Alam terkadang menyimpan misteri, seperti di Tapaktuan, Aceh
Selatan. Di sebuah batu karang yang menghadap lautan lepas, ada sebuah
bentuk tapak kaki raksasa. Inilah asal muasal nama Tapaktuan.
Legenda
lokal menyebutkan itulah tapak kaki Tuan Tapa, tokoh dalam cerita
legenda Aceh Selatan. Keberadaan tapak yang terletak di kaki Gunung
Lampu, Tapaktuan, ini menjadi daya tarik wisatawan. Untuk berkunjung ke
sana memang tidak mudah. Pengunjung harus melewati batu karang beragam
ukuran.
Jangan takut kesasar. Di sana, sudah ada petunjuk berupa
garis putih yang dicat di setiap batu. Tinggal mengikuti arah tersebut,
tapak raksasa berukuran 6x2,5 meter siap mengejutkan mata.
Cerita
legenda tapak kaki Tuan Tapa menjadi asal muasal nama ibukota Kabupaten
Aceh Selatan, yaitu Tapaktuan. Kota ini terletak sekitar 440 kilometer
dari ibukota provinsi Aceh. Legenda Tapak Tuan menjadi cerita rakyat
turun temurun dan dipercaya masyarakat di sana. Meski kini tapak tidak
lagi alami, tapi lokasi tersebut masih memikat hati pengunjung.
"Menurut
cerita di sini dulu memang ada jejak tapak ini. Biar agar tidak hilang,
makanya sekarang sudah dibuat begini," kata seorang pemandu, Khairil,
Pengelola objek wisata Tapak Tuan Tapa, Chaidir Karim, mengisahkan, dulu
di sana hidup seorang pertapa sakti bertubuh raksasa yang sangat taat
kepada Allah. Syech Tuan Tapa, namanya. Suatu hari, ada dua naga dari
negeri China menemukan seorang bayi terapung di tengah laut. Mereka
kemudian menyelamatkan bayi itu dan merawatnya hingga tumbuh dewasa.
Beberapa
tahun kemudian, kedua orangtua bayi yang menjadi raja dan permaisuri di
Kerajaan Asralanoka mengetahui keberadaan putri mereka. Raja meminta
kembali buah hatinya pada kedua naga. Permintaan itu ditolak. Tanpa
pikir panjang, raja membawa lari putrinya naik ke dalam kapal.
"Kedua
naga marah dan mengejar raja hingga terjadi pertempuran di tengah laut.
Hal itu menyebabkan persemedian Tuan Tapa terusik," kata Chaidir.
Tuan
Tapa lalu keluar dari gunung tempat ia bertapa dan melangkah ke sebuah
gunung. Saat berdiri di puncak gunung, Tuan Tapa hendak melontarkan
tubuh ke arena pertempuran. "Jejak kaki saat dia berdiri itulah yang
membekas di sini," ungkapnya.
Tuan Tapa berhasil membunuh kedua
naga dengan menggunakan tongkat. Saat itu, niat Tuan Tapa untuk
menyelamatkan bayi yang telah menjadi seorang putri. Ternyata, maksud
baik Tuan Tapa membuat kedua naga marah besar sehingga terjadi
pertempuran.
Singkat cerita, pertarungan itu dimenangkan oleh
Tuan Tapa. Sang putri pun kembali ke pelukan raja dan permaisuri. Tapi
keduanya tidak kembali lagi ke kerajaan dan memilih menetap di Aceh.
"Keberadaan mereka di tanah Aceh diyakini sebagai cikal bakal masyarakat Tapaktuan," jelasnya.
Tak
lama berselang setelah kejadian itu, Syech Tuan Tapa menghilang di
sebuah lokasi. Oleh masyarakat Tapaktuan, lokasi tersebut diyakini
sebagai makam Tuan Tapa. Letaknya di depan Masjid Tuo di Kelurahan
Padang, Kecamatan Tapaktuan. Hingga kini, makam tersebut masih ramai
dikunjungi.
Selain tapak raksasa, tak jauh dari sana juga
terdapat batu di tengah laut yang diyakini sebagai kopiah Tuan Tapa yang
kini sudah menjadi batu. Kopiah itu terlepas saat pertarungan terjadi.
Tongkat yang sudah menjadi batu pun ada di sana.
Berjarak lima
kilometer dari lokasi tapak, ada karang berbentuk hati di Desa Batu Itam
dan sisik naga di Desa Batu Merah. Menurut cerita, bekas potongan tubuh
naga jantan yang kalah bertarung. Ada juga karang berbentuk layar kapal
di Pantai Batu Berlayar, Desa Damar Tutong, Kecamatan Samadua, Aceh
Selatan, yang terletak sekitar 20 kilometer dari tapak kaki raksasa.
Konon karang itu sisa kapal raja dan permaisuri Kerajaan Asralanoka yang
hancur ketika pertempuran.
"Sekarang banyak wisatawan yang berkunjung ke sini," kata Khairil.
Penasaran dengan tapak raksasa? Yuk kunjungi kabupaten berjuluk Kota Naga ini!
.detik